Selasa, 23 April 2013

Analisis Transaksional



Analisis Transaksional 

Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain, yakni AT adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. AT menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru, juga menekankan aspek-aspek kognitif-rasional-behavioral kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
    Pendekatan tentang AT ini dikembangkan oleh Eric Berne (1964). Landasan teori yang digunakan Berne menyajikan tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak. Dalam proses terapeutik AT terdapat persamaan kekuaraan terapis dan klien. Klien menentukan apa yang akan diubah, dan agar perubahan menjadi kenyataan, klien mengubah tingkah lakunya secara aktif. Pada dasarnya, AT  berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan membuat putusan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-perasaannya.
A.       Konsep Dasar
Menurut Gerald Corey Analisis Transaksional berakar pada filosofi antideterministik. Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta tuntutan oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena keputusan yang terlebih dulu telah dibuat pada masa hidupnya mereka pada saat mereka sangat tergantung pada orang lain. Tetapi keputusan dapat ditinjau kembali dan ditantang, dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak lagi cocok, bisa dibuat keputusan baru.

Transaksional antara lain: status ego, belaian, atau perintah, pembentukan naskah, permainan, dan posisi hidup.
1. Status Ego
menurut eric berne bahwa sumber-sumber tingkah laku, sikap perasaan, sebagaimana individu melihat kenyataan, mengolah informasi dan melihat dunia diluar dirinya disebut status ego.
Istilah status ego yang digunakan oleh eric berne berbeda dengan istilah yang dikemukakan oleh freud (id,ego,super ego) karena bukan merupakan construct, akan tetapi status ego disini dapat diamati dan merupakan suatu kenyataan fenomenologis, yang dapat diamati dengan indera (Harris, 1987,Gilliard, et al,1994).
Landasan pemikiran Berne(1961) dan Prawitasari (1987) tentang status ego berdasar pada tiga hipotesis yang berlaku pada setiap individu.
  1. Bahwa setiap perkembangan menuju pada kedewasaan, melalui masa kanak-kanak.
  2. Bahwa setiap manusia mempunyai jaringan otak yang baik dan sanggup melakukan testing terhadap realita secara baik.
  3. Bahwa setiap individu yang berjuang untuk menuju ke dewasa telah mempunyai orang tua yang berfungsi atau seorang yang dianggap sebagai orang tuanya.
Didalam individu mengadakan interaksi dengan orang lain biasanya didasari oleh ketiga status ego tersebut. Ketiga status tersebut adalah status ego anak, dewasa, dan orang tua. Tingkatan ini timbul karena adanya pemutaran data kejadian pada waktu yang lalu dan direkam, yang meliputi orang, waktu, keputusan, perasaan yang sungguh nyata (Harris, 1987).
Status Ego Anak
ego anak dapat dilihat dalam dua bentuk yaitu sebagai seorang anak yang menyesuaikan dan anak yang wajar. Anak yang menyesuaikan diujudkan dengan tingkah laku yang dipengaruhi oleh orang tuanya. Hal ini dapat menyebabkan anak bertindaak sesuai dengan keinginan orang tuanya seperti penurut, sopan, dan patuh, sebagai akibatnya anak akan menarik diri, takut, manja, dan kemungkinan mengalami konflik. Anak yang wajar akan terlihat dalam tingkah lakunya seperti lucu, tergantung, menuntut, egois, agresi, kritis, spontan, tidak mau kalah dan pemberontak.di dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat jika terjadi suatu interaksi antara dua individu.
Misalnya seorang teman menanyakan kenapa kamu kemarin kemu tidak masuk kantor, maka reaksi yang ditanya muncul perasaan kesal (kok usil amat), atau muncul perasaan takut dan kemudian memberikan jawaban agar dikasihani. Respon ini mewujudkan status ego anak yang menyesuaikan sebagaimana respon yang diberikan jika mendapat teguran dari orang tuanya.
Status Ego Dewasa
Status ego dewasa dapat dilihat dari tingkah laku yang bertanggung jawab, tindakan yang rasional dan mandiri. Sifat dari status ego dewasa adalah obyektif, penuh perhitungan dan menggunakan akal.
Didalam kehidupan sehari-hari interaksi dengan menggunakan status ego dewasa.
Misalnya seorang dosen sedang  memeriksa analisis data dari skripsi mahasiswanya dosen  mengatakan kenapa anda memilih saya sebagai pembimbingnya, maka mahasiswa menjawab ya pak, karena sepengetahuan saya, bapak ahlinya dan sangat menguasai mengenai permasalahan dalam skripsi saya.
Status Ego Orangtua
status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya.
Ada dua bentuk sikap orang tua, yang pertama adalah orang tua yang selalu mengkritik-merugikan, dan yang kedua adalah orang tua yang sayang.
Misalnya sikap orang tua yang mengkritik merugikan seperti “ kamu sih terlalu malas, memang kamu bodoh sih, kamu anak bapak yang paling bandel”.Status ego orang tua yang sayang seperti memberikan dorongan, memberi semangat,menerima, memberikan rasa aman.

2. Belaian
Dalam teori analisis transaksional sebuah belaian merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu. Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan.
Teori Analisis Transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di kedua belah pihak.
3 Permainan
Menurut Harris (dalam correy, 1982) bahwa permainan (games) merupakan aspek yang penting dalam mengetahui transaksi yang sebenarnya dengan orang lain.di dalam hal ini perlu diobservasi dan diketahui bgaimana permainan dimainkan dan belaian apa yang diterima, bagaiman keadaan permainan itu, apakah ada jarak dan apa diiringi dengan keakraban.
Analisis Transaksional memandang permainan-permainan sebagai penukaran belaian-belaian yg mengakibatkan berlarutnya-larutnya perasaan-perasaan tidak enak. Permainan-permainan boleh jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak di antara mereka sendiri dengan mengimpersonalkan pasangannya. Transaksi itu setidaknya melibatkan dua orang yang memainkan permainan. Transaksi permainan akan batal jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permainan dan kemudian memutusakan untuk tidak lagi memainkannya.
4 Posisi Hidup
Suatu keputusan yang dibuat dalam rangka merespon bagaimana reaksi figur orang tua terhadap reaksi awal anak perasaan dan kebutuhannya serta merupakan komponen dasar dari naskah hidup dari individu. Ada 4dasar posisi hidup:
  1. I’m Ok –You’re Ok
Individu mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan percaya orang lain.
  1. I’m Ok- You’re not Ok
Individu membutuhkan orang lain akan tetapi tidak ada yang dianggap cocok, individu merasa memnpunyai hak untuk mempergunakan orang lain untuk mencapai tujuannya.
  1. I’m Not Ok- You’re Ok
Individu merasa tidak terpenuhi kebutuhanya dan merasa bersalah.
  1. I’m Not Ok-You’re Not Ok
Individu merasa dirinya tidak baik dan orang lain pun juga tidak baik, karena tidak ada sumber belaian yang positif.
Analisis lifescript individu didasarkan pada drama-nya keluarga asli. Sebagai hasil mengeksplorasi apa yang mereka pelajari berdasarkan lifescript mereka, klien belajar tentang perintah-perintah mereka diterima secara tidak kritis sebagai anak-anak, keputusan mereka dibuat sebagai tanggapan terhadap pesan ini, dan permainan dan raket sekarang mereka terapkan untuk menjaga keputusan awal ini hidup. Dengan menjadi bagian dari proses penemuan diri, klien meningkatkan kesempatan untuk datang ke pemahaman yang lebih dalam belum selesai mereka sendiri bisnis psikologis, dan di samping itu, mereka memperoleh kemampuan untuk mengambil beberapa langkah-langkah awal untuk keluar dari pola-pola merugikan diri sendiri.
5 batas Status Ego
setiap individu mempunyai ketiga ego tersebut( anak,dewasa, orang tua) bersifat permiabel, sehinggan dimungkinkan terhambatnya aliran dari status ego yang satu ke ego yang lain dalam menaggapi rangsang dari luar.akan tetapi ada batas antara dinding status ego tersebut sangat kuat, sehingga individu tidak mampu melakukan perpindahan ke status ego yang lain.
6 analisis transaksional
ada tiga bentuk transaksi yang terjadi antara dua individu, yaitu: 1)transaksi komplementer, transaksi ini terjadi jika antara stimulus dan respon cocok, tepat dan memang yang diharapkan, sehingga berjalan lancar; 2) transaksi silang, transaksi ini terjadi jika stimulus dan respon tidak cocok dan biasanya komunikasi ini akan terganggu; 3) transaksi terselubung. Transaksi ini terjadi jika antara status ego beroperasi bersama-sama.
 Tujuan-tujuan terapi
    Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah menolong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya. Harris melihat tujuan AT sebagai membantu individu agar memiliki kebebasan memilih, kebebasab mengubah keinginan, kebebasan mengubah respons-respons terhadap stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru. Mungkin dapat dijelaskan bahwa tujuan terapi adalah agar ego Orang Dewasa tidak tercemari oleh ego yang lain, sehingga dapat dengan bebas memilih pilihan secara baik tanpa ada rasa emosional maupun rasa ingin menghakimi.
    Pada Berne, dinyatakan bahwa tujuan utama AT adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yakni kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Sama dengan Berne, James dan Jongeward (1971) melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama AT, yang bagi mereka berarti “mengatur diri, menentukan nasib sendiri, memikul tanggung jawab atas tindakan-tindakan dan perasaan-perasaan sendiri, serta membuat pola-pola yang tidak relevan dan tidak pantas bagi kehidupan di sini-dan-sekarang”.
 Fungsi dan peran terapis
    AT dirancang untuk memperoleh pemahaman emosional maupun pemahaman intelektual. Dari situ, Harris melihat peran terapis sebagai seorang “guru, pelatih, dan narasumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan”. Sebagai guru, terapis menerangkan segala konsep-konsep yang ada pada setiap analisis. Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang otonom.
    Terapis bukanlah seorang ahli yang tidak memihak, menyingkirkan diri, dan superior untuk menyembuhkan “pasien yang sakit”. Sebagian besar teoris menekankan pentingnya hubungan yang setaraf antara terapis dan klien. Pada dasarnya tugas terapis adalah mendorong klien agar dapat mencapai ego Orang Dewasanya sendiri tanpa dipengaruhi atau bergantung pada kebijaksanaan terapis. Terapis harus bisa membantu  agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi perubahan.

Pengalaman klien dalam terapi
    Klien harus memiliki kesanggupan dan kesediaan untuk memahami dan menerima suatu kontrak terapi. Dalam hal ini klien menyatakan tujuan terapinya sendiri dalam formulir kontrak. Disini klien sepenuhnya menentukan bagaimana putusan-putusan yang akan ia lakukan kemudian, dan diharapkan peran terapis untuk memihak, mendorong klien agar dapat memenuhi apa yang ia tentukan dengan kesadaran yang realistis.
    Harris mengungkapkan tiga alasan yang menjadi penyebab orang-orang mendatangi terapi dan menginginkan perubahan :
Yang pertama ialah mereka cukup menderita akan suatu hal dan ingin berubah dengan berhenti mengalami hal tersebut atau pindah kepada hal lainnya.
Sebab kedua adalah satu tipe keputusasaan yang lambat yang disebut perasaan bosan atau kejenuhan (akan suatu hal).
Hal ketiga adalah penemuan yang mendadak bahwa mereka bisa berubah.
Harris menjelaskan lagi bahwa apabila pasien (klien) telah mengetahui tentang mengapa ia melakukan sesuatu dan bagaimana antisipasi untuk menghentikan sesuatu itu, maka dapat dikatakan ia sembuh. Dalam artian pasien telah memahami betul akan cara penyembuhan dan ia dapat melakukannya berulang-ulang, maka kemudian hal tersebut akan membawanya pada perubahan.

Hubungan antara terapis dan klien
    AT adalah suatu bentuk terapi berdasarkan kontrak. Suatu kontrak dalam AT haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dinyatakan secara ringkas, dan tidak bersifat luas. Sebagai sesuatu yang dapat diubah, kontrak-kontrak bisa dibuat bertahap-tahap. Kemudian terapis akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak yang bagi klien adalah kontrak terapi. Banyak klien yang mengeluh bahwa mereka tidak tahu apa yang akan diinginkannya, atau terlalu bingung untuk bisa membuat suatu kontrak yang jelas. Dalam keadaan demikian, klien dapat membuat kontrak jangka pendek, atau kontrak yang lebih mudah hingga klien dapat menentukan tujuan terapinya. Patut dicatat bahwa kontrak bukanlah tujuan, melainkan suatu alat untuk membantu seseorang menerima tanggung jawab karena menjadi otonom.


DAFTAR PUSTAKA:
Correy,G.1982. theory ang practice of counseling and psycotheraphy. California: cole publishing company
Corey.G.1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
Harris,T. 1987. Saya OK kamu OKE. terjemahan.jakarta: Erlangga
Fauzan lutfi.2001. Pendekatan-pendekatan konseling individual. Malang:Elang Mas
Prawitasari, J.E. 1987. Analisis Transaksional. Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar