Selasa, 23 April 2013

Analisis Transaksional



Analisis Transaksional 

Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain, yakni AT adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. AT menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru, juga menekankan aspek-aspek kognitif-rasional-behavioral kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
    Pendekatan tentang AT ini dikembangkan oleh Eric Berne (1964). Landasan teori yang digunakan Berne menyajikan tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak. Dalam proses terapeutik AT terdapat persamaan kekuaraan terapis dan klien. Klien menentukan apa yang akan diubah, dan agar perubahan menjadi kenyataan, klien mengubah tingkah lakunya secara aktif. Pada dasarnya, AT  berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan membuat putusan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-perasaannya.
A.       Konsep Dasar
Menurut Gerald Corey Analisis Transaksional berakar pada filosofi antideterministik. Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta tuntutan oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena keputusan yang terlebih dulu telah dibuat pada masa hidupnya mereka pada saat mereka sangat tergantung pada orang lain. Tetapi keputusan dapat ditinjau kembali dan ditantang, dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak lagi cocok, bisa dibuat keputusan baru.

Transaksional antara lain: status ego, belaian, atau perintah, pembentukan naskah, permainan, dan posisi hidup.
1. Status Ego
menurut eric berne bahwa sumber-sumber tingkah laku, sikap perasaan, sebagaimana individu melihat kenyataan, mengolah informasi dan melihat dunia diluar dirinya disebut status ego.
Istilah status ego yang digunakan oleh eric berne berbeda dengan istilah yang dikemukakan oleh freud (id,ego,super ego) karena bukan merupakan construct, akan tetapi status ego disini dapat diamati dan merupakan suatu kenyataan fenomenologis, yang dapat diamati dengan indera (Harris, 1987,Gilliard, et al,1994).
Landasan pemikiran Berne(1961) dan Prawitasari (1987) tentang status ego berdasar pada tiga hipotesis yang berlaku pada setiap individu.
  1. Bahwa setiap perkembangan menuju pada kedewasaan, melalui masa kanak-kanak.
  2. Bahwa setiap manusia mempunyai jaringan otak yang baik dan sanggup melakukan testing terhadap realita secara baik.
  3. Bahwa setiap individu yang berjuang untuk menuju ke dewasa telah mempunyai orang tua yang berfungsi atau seorang yang dianggap sebagai orang tuanya.
Didalam individu mengadakan interaksi dengan orang lain biasanya didasari oleh ketiga status ego tersebut. Ketiga status tersebut adalah status ego anak, dewasa, dan orang tua. Tingkatan ini timbul karena adanya pemutaran data kejadian pada waktu yang lalu dan direkam, yang meliputi orang, waktu, keputusan, perasaan yang sungguh nyata (Harris, 1987).
Status Ego Anak
ego anak dapat dilihat dalam dua bentuk yaitu sebagai seorang anak yang menyesuaikan dan anak yang wajar. Anak yang menyesuaikan diujudkan dengan tingkah laku yang dipengaruhi oleh orang tuanya. Hal ini dapat menyebabkan anak bertindaak sesuai dengan keinginan orang tuanya seperti penurut, sopan, dan patuh, sebagai akibatnya anak akan menarik diri, takut, manja, dan kemungkinan mengalami konflik. Anak yang wajar akan terlihat dalam tingkah lakunya seperti lucu, tergantung, menuntut, egois, agresi, kritis, spontan, tidak mau kalah dan pemberontak.di dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat jika terjadi suatu interaksi antara dua individu.
Misalnya seorang teman menanyakan kenapa kamu kemarin kemu tidak masuk kantor, maka reaksi yang ditanya muncul perasaan kesal (kok usil amat), atau muncul perasaan takut dan kemudian memberikan jawaban agar dikasihani. Respon ini mewujudkan status ego anak yang menyesuaikan sebagaimana respon yang diberikan jika mendapat teguran dari orang tuanya.
Status Ego Dewasa
Status ego dewasa dapat dilihat dari tingkah laku yang bertanggung jawab, tindakan yang rasional dan mandiri. Sifat dari status ego dewasa adalah obyektif, penuh perhitungan dan menggunakan akal.
Didalam kehidupan sehari-hari interaksi dengan menggunakan status ego dewasa.
Misalnya seorang dosen sedang  memeriksa analisis data dari skripsi mahasiswanya dosen  mengatakan kenapa anda memilih saya sebagai pembimbingnya, maka mahasiswa menjawab ya pak, karena sepengetahuan saya, bapak ahlinya dan sangat menguasai mengenai permasalahan dalam skripsi saya.
Status Ego Orangtua
status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya.
Ada dua bentuk sikap orang tua, yang pertama adalah orang tua yang selalu mengkritik-merugikan, dan yang kedua adalah orang tua yang sayang.
Misalnya sikap orang tua yang mengkritik merugikan seperti “ kamu sih terlalu malas, memang kamu bodoh sih, kamu anak bapak yang paling bandel”.Status ego orang tua yang sayang seperti memberikan dorongan, memberi semangat,menerima, memberikan rasa aman.

2. Belaian
Dalam teori analisis transaksional sebuah belaian merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang optimal kepada individu. Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan menyehatkan.
Teori Analisis Transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di kedua belah pihak.
3 Permainan
Menurut Harris (dalam correy, 1982) bahwa permainan (games) merupakan aspek yang penting dalam mengetahui transaksi yang sebenarnya dengan orang lain.di dalam hal ini perlu diobservasi dan diketahui bgaimana permainan dimainkan dan belaian apa yang diterima, bagaiman keadaan permainan itu, apakah ada jarak dan apa diiringi dengan keakraban.
Analisis Transaksional memandang permainan-permainan sebagai penukaran belaian-belaian yg mengakibatkan berlarutnya-larutnya perasaan-perasaan tidak enak. Permainan-permainan boleh jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak di antara mereka sendiri dengan mengimpersonalkan pasangannya. Transaksi itu setidaknya melibatkan dua orang yang memainkan permainan. Transaksi permainan akan batal jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permainan dan kemudian memutusakan untuk tidak lagi memainkannya.
4 Posisi Hidup
Suatu keputusan yang dibuat dalam rangka merespon bagaimana reaksi figur orang tua terhadap reaksi awal anak perasaan dan kebutuhannya serta merupakan komponen dasar dari naskah hidup dari individu. Ada 4dasar posisi hidup:
  1. I’m Ok –You’re Ok
Individu mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan percaya orang lain.
  1. I’m Ok- You’re not Ok
Individu membutuhkan orang lain akan tetapi tidak ada yang dianggap cocok, individu merasa memnpunyai hak untuk mempergunakan orang lain untuk mencapai tujuannya.
  1. I’m Not Ok- You’re Ok
Individu merasa tidak terpenuhi kebutuhanya dan merasa bersalah.
  1. I’m Not Ok-You’re Not Ok
Individu merasa dirinya tidak baik dan orang lain pun juga tidak baik, karena tidak ada sumber belaian yang positif.
Analisis lifescript individu didasarkan pada drama-nya keluarga asli. Sebagai hasil mengeksplorasi apa yang mereka pelajari berdasarkan lifescript mereka, klien belajar tentang perintah-perintah mereka diterima secara tidak kritis sebagai anak-anak, keputusan mereka dibuat sebagai tanggapan terhadap pesan ini, dan permainan dan raket sekarang mereka terapkan untuk menjaga keputusan awal ini hidup. Dengan menjadi bagian dari proses penemuan diri, klien meningkatkan kesempatan untuk datang ke pemahaman yang lebih dalam belum selesai mereka sendiri bisnis psikologis, dan di samping itu, mereka memperoleh kemampuan untuk mengambil beberapa langkah-langkah awal untuk keluar dari pola-pola merugikan diri sendiri.
5 batas Status Ego
setiap individu mempunyai ketiga ego tersebut( anak,dewasa, orang tua) bersifat permiabel, sehinggan dimungkinkan terhambatnya aliran dari status ego yang satu ke ego yang lain dalam menaggapi rangsang dari luar.akan tetapi ada batas antara dinding status ego tersebut sangat kuat, sehingga individu tidak mampu melakukan perpindahan ke status ego yang lain.
6 analisis transaksional
ada tiga bentuk transaksi yang terjadi antara dua individu, yaitu: 1)transaksi komplementer, transaksi ini terjadi jika antara stimulus dan respon cocok, tepat dan memang yang diharapkan, sehingga berjalan lancar; 2) transaksi silang, transaksi ini terjadi jika stimulus dan respon tidak cocok dan biasanya komunikasi ini akan terganggu; 3) transaksi terselubung. Transaksi ini terjadi jika antara status ego beroperasi bersama-sama.
 Tujuan-tujuan terapi
    Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah menolong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya. Harris melihat tujuan AT sebagai membantu individu agar memiliki kebebasan memilih, kebebasab mengubah keinginan, kebebasan mengubah respons-respons terhadap stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru. Mungkin dapat dijelaskan bahwa tujuan terapi adalah agar ego Orang Dewasa tidak tercemari oleh ego yang lain, sehingga dapat dengan bebas memilih pilihan secara baik tanpa ada rasa emosional maupun rasa ingin menghakimi.
    Pada Berne, dinyatakan bahwa tujuan utama AT adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yakni kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Sama dengan Berne, James dan Jongeward (1971) melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama AT, yang bagi mereka berarti “mengatur diri, menentukan nasib sendiri, memikul tanggung jawab atas tindakan-tindakan dan perasaan-perasaan sendiri, serta membuat pola-pola yang tidak relevan dan tidak pantas bagi kehidupan di sini-dan-sekarang”.
 Fungsi dan peran terapis
    AT dirancang untuk memperoleh pemahaman emosional maupun pemahaman intelektual. Dari situ, Harris melihat peran terapis sebagai seorang “guru, pelatih, dan narasumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan”. Sebagai guru, terapis menerangkan segala konsep-konsep yang ada pada setiap analisis. Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang otonom.
    Terapis bukanlah seorang ahli yang tidak memihak, menyingkirkan diri, dan superior untuk menyembuhkan “pasien yang sakit”. Sebagian besar teoris menekankan pentingnya hubungan yang setaraf antara terapis dan klien. Pada dasarnya tugas terapis adalah mendorong klien agar dapat mencapai ego Orang Dewasanya sendiri tanpa dipengaruhi atau bergantung pada kebijaksanaan terapis. Terapis harus bisa membantu  agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi perubahan.

Pengalaman klien dalam terapi
    Klien harus memiliki kesanggupan dan kesediaan untuk memahami dan menerima suatu kontrak terapi. Dalam hal ini klien menyatakan tujuan terapinya sendiri dalam formulir kontrak. Disini klien sepenuhnya menentukan bagaimana putusan-putusan yang akan ia lakukan kemudian, dan diharapkan peran terapis untuk memihak, mendorong klien agar dapat memenuhi apa yang ia tentukan dengan kesadaran yang realistis.
    Harris mengungkapkan tiga alasan yang menjadi penyebab orang-orang mendatangi terapi dan menginginkan perubahan :
Yang pertama ialah mereka cukup menderita akan suatu hal dan ingin berubah dengan berhenti mengalami hal tersebut atau pindah kepada hal lainnya.
Sebab kedua adalah satu tipe keputusasaan yang lambat yang disebut perasaan bosan atau kejenuhan (akan suatu hal).
Hal ketiga adalah penemuan yang mendadak bahwa mereka bisa berubah.
Harris menjelaskan lagi bahwa apabila pasien (klien) telah mengetahui tentang mengapa ia melakukan sesuatu dan bagaimana antisipasi untuk menghentikan sesuatu itu, maka dapat dikatakan ia sembuh. Dalam artian pasien telah memahami betul akan cara penyembuhan dan ia dapat melakukannya berulang-ulang, maka kemudian hal tersebut akan membawanya pada perubahan.

Hubungan antara terapis dan klien
    AT adalah suatu bentuk terapi berdasarkan kontrak. Suatu kontrak dalam AT haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dinyatakan secara ringkas, dan tidak bersifat luas. Sebagai sesuatu yang dapat diubah, kontrak-kontrak bisa dibuat bertahap-tahap. Kemudian terapis akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak yang bagi klien adalah kontrak terapi. Banyak klien yang mengeluh bahwa mereka tidak tahu apa yang akan diinginkannya, atau terlalu bingung untuk bisa membuat suatu kontrak yang jelas. Dalam keadaan demikian, klien dapat membuat kontrak jangka pendek, atau kontrak yang lebih mudah hingga klien dapat menentukan tujuan terapinya. Patut dicatat bahwa kontrak bukanlah tujuan, melainkan suatu alat untuk membantu seseorang menerima tanggung jawab karena menjadi otonom.


DAFTAR PUSTAKA:
Correy,G.1982. theory ang practice of counseling and psycotheraphy. California: cole publishing company
Corey.G.1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
Harris,T. 1987. Saya OK kamu OKE. terjemahan.jakarta: Erlangga
Fauzan lutfi.2001. Pendekatan-pendekatan konseling individual. Malang:Elang Mas
Prawitasari, J.E. 1987. Analisis Transaksional. Yogyakarta

Selasa, 16 April 2013

Logoterapi

Logoterapi 

 Teori dan terapi Viktor Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi Nazi. Di sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati di tengah siksaan. Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus diselesaikan di masa depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak daripada yang kehilangan harapan. keingintahuannya tentang mengapa beberapa individu bertahan hidup sedangkan yang lain tidak, mengarahkannya pada kesimpulan bahwa individu yang bertahan mampu menemukkan makna hidup, bahkan dalam kondisi yang sangat buruk. oleh karena itu, pencarian makna (logos ) merupakan tema utama dalam logoterapi. Terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti pelajaran, kata, ruh, Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai pegertian logos. Bila Freud dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan sebagai sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber utama motivasi Selain itu, Frankl juga menggunakan noös yang berarti jiwa/pikiran. Bila psikoanalisis terfokus pada psikodinamik, yakni manusia dianggap berusaha mengatasi dan mengurangi ketegangan psikologis. Namun, Frankl menyatakan seharusnya lebih mementingkan noödinamik, yaitu ketegangan menjadi unsur penting bagi keseimbangan dan kesehatan jiwa. Bagaimana pun, orang menginginkan adanya ketegangan ketika mereka berusaha mencapai tujuan. Dalam logoterapi (masuk dalam aliran psikologi eksistensial humanistik) sebuah aliran psikologi yang dirintis oleh Viktor Frankl ada tiga asas dalam aliran ini yang merupakan pandangan tentang makna kehidupan. Pertama, bahwa hidup memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasa penting, benar dan berharga yang didambakan serta memberikan nilai khusus seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Dengan adanya makna hidup ini maka manusia akan berusaha menemukan apa tujuan hidupnya, dengan ini maka manusia akan merasa hidupnya penuh arti dan sangat berharga untuk diperjuangkan. Sebenarnya makna hidup itu sendiri sudah ada didalam diri manusia dan terpatri didalamnya baik dalam kondisi senang ataupun susah. Maka apakah kita sudah menemukan apa makna (arti) kehidupan kita?? Kedua adalah setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya pada pekerjaan dan karya bakti yang dilakukan, serta dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran serta penghayatan atas keindahan, iman, cinta dan kasih. Makna hidup ada didalam diri kita dan disekitar kita, maka apa makna hidup ini buat kita?? Ketiga setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielekkkan lagi yang menimpa diri sendiri dan lingkungan sekitar, setelah upaya mengatasinya telah dilakukan secara optimal tetapi tidak berhasil. Maksudnya jika kita tidak mungkin mengubah suatu keadaan tragis, sebaiknya kita mengubah sikap atas keadaan itu agar kita tidak terhanyut secara negaif oleh keadaan itu. Tentu saja dengan mengambil sikap tepat dan baik, yakni sikap yang menimbulkan kebijakan pada diri sendiri dan orang lain serta sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma lingkungan yang berlaku.Asas-asas ini hakikitnya merupakan inti dari setiap perjuangan hidup, yakni mengusahakan agar hidupnya senantiasa berarti bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan Agama. Dalam hal ini diakui adanya kebebasan (yang bertanggung jawab) untuk mewujudkan hidup yang bermakna melalui pekerjaan, karya bakti, keyakinan dan harapan secara tepat untuk mengatasi segala permasalah hidup yang tidak terelakkan lagi.


 Sumber : Husni Mubarok. Logoterapi ( makna Hidup dalam psikologi Viktor Frankl).http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/05/12/logoterapi-makna-hidup-dalam-psikologi-viktor-frankl-462406.html. 
http://www.psikologizone.com/victor-emil-frankl-dan-logoterapi-2/065112054. 
Videbeck.S.L.( 2008).Buku Ajaran Kepereawatan Jiwa.Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Penerbit.

Selasa, 02 April 2013

Terapi Humanistik Eksistensial

                                                                   Terapi Humanistik Eksistensial

A. Sejarah Humanistik 
      Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force). Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia seolah-olah suatu kesatuan teknik – teknik  yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia. 
B. Konsep Utama 
1. kesadaran diri 
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
2Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasanKesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.
3.  Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
C. Tujuan terapi .
pasien semakin effektif dalam memecahkan masalah, penyesuaian dirinya secara psikologis semakin mendekati  optimal , pasien semakin mengalami penerimaan diri dari orang lain. 
D. Fungsi dan peran terapi 
         Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi, Menyadari peran dari tanggung jawab           terapis.  Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik, Berorientasi pada pertumbuhan. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi,   Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
kelebihan dan kekurangan 
  • kelebihan : Humanistik eksistensial membuat seseorang merefleksikan hidupnya , Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri, 
  • kekurangan : memerlukan waktu yang cukup lama, dan tidak efektif .



sumber :  Drs.Yustinus Semiun, OFM.2006.  TERAPI-TERAPI HUMANISTIK-EKSISTENSIAL.Jakarta  .Kanisiun

Corey, Gerald. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco.




Senin, 01 April 2013

Client-Centered Therapy

Client-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan penyelidikan, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah fasilitator (Atkinson dkk., 1993).

Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalah yang dihadapi, maka dalam diri terapis diperlukan beberapa persyaratan antara lain adalah : empati, rapport, dan ikhlas. Empati adalah kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien dan kemampuan mengkomunikasikan pemahaman ini terhadap klien. Terapis berusaha agar masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut klien sendiri. Rapport adalah menerima klien dengan tulus sebagaimana adanya, termasuk pengalaman bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk terlibat sec ara konstruktif dengan masalahnya. Ikhlas dalam arti sifat terbuka, jujur, dan tidak berpura-pira atau bertindak dibalik topeng profesinya (Atkinson dkk., 1993). Selain ketiga hal tersebut, didalam proses konseling harus terdapat pula adanya jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh klien dapat dijamin kerahasiaannya serta adanya kebebasan bagi klien untuk kembali lagi berkonsultasi atau tidak sama sekali jika klien sudah dapat memahami permasalahannya sendiri.

Menurut Roger (dalam Corey,1995), pertanyaan "Siapa Saya?" dapat menjadi penyebab kebanyakan seseorang datang ke terapis untuk psikoterapi. Kebanyakan dari mereka ini bertanya : Bagaimana saya dapat menemukan diri nyata saya? Bagaimana saya dapat menjadi apa yang saya inginkan? Bagaimana saya memahami Bagaimana saya bisa memahami apa yang saya yang ada dibalik di balik dinding saya dan menjadi diri sendiri? Oleh karena itu tujuan dati Client-Centered Therapy adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfugsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya sendiri.

Sumber :
Rianti, Dwi B.P. dan Hendro Prabowo.1998. Psikologi Umum 2. Seri Diktat Kuliah.Jakarta : Gunadarma

Terapi Psikoanalisis

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama "psikologi analistik" (en: Analytical psychology) dan "psikologi individual" (en:Individual Psychology) bagi ajaran masing-masing.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan :
  1. suatu metoda penelitian dari pikiran.
  2. suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
  3. suatu metode perilaku terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.

Struktur kepribadian

Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).
Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.

Teknik Terapi Psikoanalisis

 1. Asosiasi bebas : dalam teknik ini klien disuruh untuk duduk atau tidur lalu menceritakan semua pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun yang tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. asosiasi-asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang direpres.
2. Analisis mimpi : Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Keinginan-keinginan itu muncul lagi dalam bentuk simbol sebagai jalan menuj pemuasan.
3. Analisis transferensi : terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya displacement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapeutik yang menanganinya. Transferensi itu menunjukkan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya.Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapuet sering jadi sasaran atau pengganti.  Di sini terapeut berusaha untuk menjelaskan perasaan-perasaan yang sedang dialami atau yang diekspresikannya pada terapeut, sehingga pasien memiliki stu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang sedang dialami.    

Terapi

Intervensi khusus dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranfesel kedalam reaksi yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri: bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku itu.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
Para Psikologi Terkenal Dunia (www.books.google.co.id)